Cerita Tragis Mas Yudhi
Sunday, October 04, 2009
Waktu itu aku pulang sekolah agak terlambat karena aku harus piket
membersihkan kelas terlebih dahulu, jadi terpaksa aku harus pulang sendirian.
Namun hal itu sudah biasa kulakukan karena pada hari Rabu setiap minggunya
adalah jadualku untuk piket.
Saat dalam perjalanan pulang, aku berpapasan dengan mas Yudhi,
tetanggaku. Rumahnya tepat berada di depan rumahku, namun mas Yudhi adalah
orang yang jarang bersosialisasi dengan tetangga-tetangganya, sehingga
tetangga-tetangganya tidak banyak tahu mengenai mas Yudhi, begitu pula dengan
ku. mas Yudhi pun jarang pulang ke rumahnya, mungkin dia hanya pulang ke
rumahnya 1 minggu 1 kali dengan keadaan lemas dan terlihat tidak sehat. Tak ada
yang tahu apa penyebabnya, bahkan orang tuanya pun tidak mengetahuinya.
Dari kecil, mas Yudhi jarang bertemu orang tuanya, karena orang tua mas
Yudhi selalu memikirkan pekerjaannya saja. Jadi, mas Yudhi tidak pernah
merasakan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga dia merasa sedih. Jika
diingat-ingat, mas Yudhi menjadi jarang pulan ke rumahnya sejak 1 minggu yang
lalu. Waktu itu aku melihat dia sedang sedih, dan ada orang yang terlihat tidak
sehatmengajak pergi mas Yudhi. Aku pun pernah mendengar kalau mas Yudhi juga
jadi suka mencuri uang orang tuanya sendiri.
“Mau ke mana, Mas?” sapaku pelan.
Namun seperti biasa, mas Yudhi tetap diam membisu setiap kali aku
menyapa. Aku menduga dia akan pergi lama lagi setelah hanya singgah di rumahnya
sebentar. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebungkus pil di jalan, mungkin
itu vitamin milik Mas Yudhi yang terjatuh.
Setelah sampai di rumah, ternyata dugaanku benar setelah kutanyakan pada
ibuku.
“Mas Yudhi pergi lagi, Bu?”
“Iya”.
Terkadang aku kasihan pada orang tua mas Yudhi yang selalu khawatir
memikirkan mas Yudhi yang tidak jelas ke mana itu, sedangkan mas Yudhi sendiri
kelihatan tenang-tenang saja setiap kali pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya, aku melihat mas Yudhi sudah ada di teras depan
rumahnya, namun dia tidak mau masuk. Tidak biasanya mas Yudhi pergi cuma
sebentar.
“Kenapa nggak masuk, Mas?”
“Iya, ini mau masuk!”
“Mas, kok nggak pernah pulang? Apa nggak kasihan sama orang tua mas
Yudhi?”
“Aku juga kasihan sama mereka, dan sekarang aku mau menjadi orang yang
lebih baik lagi. Tapi aku tidak bisa menceritakan apa yang membuat aku jarang
pulang sperti ini padamu.”
“Iya, tidak apa-apa kok, Mas!”
Aku lega sekali ketika mendengar mas Yudhi bisa ngomong seperti itu.
sudah seminggu mas Yudhi mencoba, tapi aku kaget sekali melihat mas
Yudhi membawa tas yang sangat besar, aku tidak tahu mas Yudhi mau pergi ke
mana. Apa mas Yudhi tidak betah dan tidak bisa merubah dirinya?
3 minggu kemudian aku mendengar kejadian buruk yang menimpa mas Yudhi.
Dia telah meninggal dunia, jasadnya telah ditemukan di suatu rumah yang berada
di Malang.
“Mas Yudhi meninggal kenapa, Bu?” tanyaku pada ibu yang saat itu akan
menuju rumah yang tepat berada di depan rumah kami.
“Katanya mas Yudhi meninggal karena over dosis obat-obatan terlarang
atau narkoba, dan jasadnya akan sampai nanti sore.” Jelas ibu.
Entah kenapa, tiba-tiba pikiranku langsung tertuju pada obat yang saat
itu kutemukan di jalan. Aku khawatir kalau obat yang aku temukan itu benar
milik mas Yudhi dan itu adalah narkoba. Tanpa pikir panjang, aku langsung
menghentikan langkah ibu yang akan pergi itu untuk menunjukkan obat itu pada
ibuku, daripada aku menyimpannya sendirian akan membuat ku merasa tidak tenang.
“Bu, tunggu sebentar! Ada yang ingin aku tunjukkan.” Dengan secepat
kilat, aku menuju ke dalam rumah dan mengambil obat yang kusimpan itu. Saat ku
tunjukkan pada ibu, raut wajahnya langsung berubah drastic karena terkejut.
“Dari mana kamu menemukan obat ini, Nak?”
“Di pinggir jalan, waktu itu terjatuh dari kantong mas Yudhi.” Jelasku.
Bertambahlah terkejutnya ibu saat kujelaskan semuanya, dan ibu pun
menjelaskan bahwa obat yang ku temukan itu adalah narkoba. Setelah aku
mendengar penjelasan ibu tadi, bertambahlah ketakutanku akan bahayanya narkoba.
Kasihan mas Yudhi yang belum sempat bertaubat dan berhenti “kecanduan”
narkoba, orangtuanya pun pasti sedih mendengar berita tentang mas Yudhi.
Mungkin akibat “pergaulan bebaslah” yang membuat mas Yudhi dapat terjerumus ke
dalam hal yang buruk seperti ini, dan mungkin inilah yang menyebabkan mas Yudhi
jarang bersosialisasi dengan tetangga-tetangganya dan memilih untuk
“introvert”. Aku pun berjanji dalam hatiku bahwa aku tidak akan pernah mau
untuk mencicipi narkoba, karma aku tidak ingin hidupku berakhir seperti mas
Yudhi.
0 komentar